Urgensi Fiqh Muamalah dalam Membangun Ekonomi yang Adil dan Berkelanjutan
Kajian Tematik Fiqih Muamalah
Urgensi Fiqh Muamalah dalam Membangun Ekonomi yang Adil dan Berkelanjutan
Oleh : Aisya Alifa Naura
Yogyakarta, 18 November 2024 – Ketua Program Studi Perbankan Syariah UIN Sunan Kalijaga, Ust. Dr. Jeihan Ali Azhar, S.Si., M.E.I., menjadi pemateri dalam kajian tematik yang rutin diselenggarakan oleh Laboratorium Agama Masjid Sunan Kalijaga setiap hari Kamis (14/11). Dalam kajian yang bertajuk "Urgensi Muamalah dalam Membangun Ekonomi yang Adil dan Berkelanjutan" ini berhasil menarik perhatian banyak peserta, terbukti dengan hadirnya lebih dari 90 jamaah, yang sebagian besar berasal dari kalangan mahasiswa/i.
Dalam materi kajian ini, Ust. Jeihan lebih dahulu menyinggung hakikat manusia. Beliau menegaskan bahwa manusia itu bukanlah sosok yang eksklusif tapi inklusif, yang berarti setiap individu memiliki tanggung jawab terhadap kesejahteraan bersama. Selain itu, beliau memaparkan pandangannya terkait dengan kondisi masa depan bangsa Indonesia yang penuh dengan ketidakpastian. “Saat ini, kebanyakan orang hanya terfokus pada uang. Mereka sudah tidak peduli lagi dengan adanya kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh ketidakadilan ekonomi, sehingga terjadi peperangan antar negara yang merusak kestabilan ekonomi,” ujarnya.
Ustad Jeihan kemudian melanjutkan penjelasannya mengenai ekonomi yang adil dan berkelanjutan. Beliau menggarisbawahi bahwa konsep keadilan ini menduduki posisi sentral, tidak terkecuali dalam konteks transaksi ekonomi. Fiqih Muamalah, sebagai cabang fiqih mengatur aspek-aspek ekonomi dan sosial dalam Islam selain itu, fiqih muamalah juga memberikan landasan terkait dengan prinsip-prinsip keadilan yang harus dijunjung tinggi. Prinsip ini tidak hanya berlaku pada individu, tetapi juga pada seluruh masyarakat.
Selain itu, beliau juga berpesan agar senantiasa mengikuti jejak langkah dari Nabi Muhammad SAW, yang merupakan sosok yang sangat visioner. Sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah :
وَمَآ أَرْسَلْنَٰكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَٰلَمِينَ
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (QS Al-Anbiya 107)
Ayat ini dengan jelas menunjukkan bahwa misi utama nabi diutus di muka bumi ini tidak lain dan tidak bukan untuk menjadi Rahmat bagi alam semesta, menjadikan dunia ini penuh dengan balutan kasih sayang.
Di tenggah pembahasannya, Ust. Jeihan juga menyinggung mengenai kebijakan Presiden Republik Indonesia yakni Prabowo Subianto terkait dengan Indonesia emas 2045. Menurut beliau syarat untuk menjadi Indonesia Emas itu hanya satu, yakni Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul. Sumber Daya Manusia yang unggul merupakan SDM yang mampu bersaing dengan dunia global dan internasional.
“Agama tanpa negara tidak berjalan, negara tanpa agama akan runtuh,” ujarnya.
Beliau juga menjelaskan bahwa Islam itu Pancasila, dan Pancasila itu Islam. Pancasila hadir untuk menyatukan kita semua, karena pada hakikatnya pancasila itu tidak pernah bertentangan dengan Islam. Namun, terkadang spekulasi Pancasila bertentangan dengan Islam dibuat oleh pola pikir masing-masing individu. Oleh karena itu, kita perlu introspeksi dan berhati-hati, karena bisa jadi pertentangan yang ada justru muncul dari diri sendiri yang terlalu egois, atau enggan menerima perbedaan dan senantiasa menyalahkan. Hal ini dapat dilihat pada sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, yang sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan bahwa Tuhan itu Esa. Begitu pula pada sila kedua, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, yang mencerminkan ajaran Islam mengenai perintah untuk senantiasa memanusiakan manusia secara adil dengan tidak mengambil hak orang lain dan menempatkan manusia sebagaimana mestinya. Berdasarkan dua contoh tersebut, sangat jelas bahwa tidak ada pertentangan terkait dengan Pancasila dan Islam.
Antusiasme jamaah sangat tinggi ketika sesi tanya jawab dibuka. Hal ini terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan oleh jamaah, yang mencakup berbagai topik, seperti pendidikan, pemerintahan yang tidak adil, pandangan tentang Pancasila sebagai thagut (pembangkangan), hukum konvensional yang belum jelas terkait dengan halal dan haram serta bagaimana cara membentuk SDM yang unggul.
Dengan demikian, Ust. Jeihan menekankan bahwa dalam perspektif Fiqih Muamalah, keadilan dalam transaksi ekonomi bukanlah sekedar prinsip moral, tetapi juga merupakan suatu kewajiban agama. Adanya keadilan dalam setiap transaksi ekonomi akan membangun fondasi yang kuat bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Hal ini sejalan dengan nilai-nilai Islam yang mendorong keberpihakan kepada yang lemah, keadilan distributif, dan keberlanjutan sosial.
Selain itu, beliau juga menegaskan bahwa Islam pada hakikatnya tidak pernah bertentangan dengan apapun tapi, yang terjadi justru pertentangan itu muncul akibat spekulasi-spekulasi atau pertanyaan-pertanyaan yang tidak bermutu, yang berasal dari diri sendiri yang pada akhirnya menciptakan konflik. Padahal, seharusnya Islam hadir sebagai solusi, bukan sebagai masalah.
Penulis :Aisya Alifa Naura
Editor : Ahmad Muzadi & Zikriani